ASOSIASI Eksportir Timah Indonesia (AETI) memproyeksikan produksi timah Indonesia hanya mencapai 50.000 ton pada 2025, turun dibandingkan dengan realisasi tahun lalu sebanyak 52.000 ton.
“Pada 2025 ada sedikit penurunan, tahun ini perkiraan [produksi] sekitar 50.000 ton,” kata Plt Ketua Umum AETI Harwendro Adityo Dewanto dalam rapat bersama Komisi VI, Senin (19/5/2025).
Harwendro memaparkan produksi timah di Tanah Air memang mengalami tren penurunan.
Pada 2022, volume produksi mencapai 74.500 ton. Pada 2023, produksi makin turun menjadi 72.000 ton, kemudian tahun berikutnya atau 2024 produksi timah kembali turun menjadi 52.000 ton.
Dia juga menyampaikan Indonesia berada di peringkat kedua dalam produksi timah global. Posisi pertama dipegang oleh China dengan produksi timah sebanyak 175.000 ton. Di sisi lain, RI memasok sekitar 20% kebutuhan logam timah dunia.
“Potensi timah di Indonesia saat ini cukup tinggi karena Indonesia sekarang masih pengekspor terbesar di dunia, walaupun China produksinya lebih besar, tetapi lebih banyak diserap oleh industri mereka sendiri,” ujarnya.
Harga Stabil
Harwendro menjelaskan meskipun produksi dan ekspor timah mengalami penurunan, harga timah dunia cenderung stabil. Hal ini dikarenakan berbagai pertimbangan; pertama, sejumlah negara di dunia masih bergantung dengan timah di Tanah Air.
Kedua, keterbatasan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sehingga berpengaruh besar terhadap harga timah di dunia.
Ketiga, produksi timah di Myanmar juga sedang mengalami tren penurunan.
“Itu juga memengaruhi harga timah dunia di mana China masih membutuhkan timah yang cukup banyak karena itu Indonesia jadi salah satu tujuan ekspor mereka,” tuturnya.
Berbeda tipis, Direktur Utama MIND ID Maroef Sjamsoeddin sebelumnya menyampaikan, sepanjang 2023, produksi timah di Indonesia mencapai 65.000 ton bijih timah. Dengan jumlah tersebut, kontribusi timah Indonesia secara global sebesar 17,5%.
Akan tetapi, produksi timah nasional mengalami penurunan pada 2024 menjadi sebesar 45.000 ton. Dengan jumlah produksi itu, kontribusi RI di pasar global menjadi 12%.
Maroef menjelaskan menurunnya pasokan timah dari Indonesia mengakibatkan kenaikan harga timah dunia dari harga rata-rata US$26.583/ton pada 2023 menjadi US$31.164/ton pada 2024.
"Hal tersebut membuktikan pengaruh pasokan timah Indonesia terhadap pasar global," kata Maroef dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Rabu (14/5/2025).
Data lainnya dari Kementerian ESDM memperlihatkan realisasi produksi timah pada tahun lalu hanya mencapai 39.814 ton, anjlok 41,6% dari capaian 2023 yang sebanyak 68.236 ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan produksi timah yang menurun merupakan imbas kasus korupsi tata kelola niaga pada wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk (TINS) periode 2015—2022.
“Kalau [produksi] timah memang turun, karena dia ada kasus [korupsi] kan,” kata Tri di Kompleks Parlemen, Rabu (30/4/2025) malam.
Berikut 7 negara dengan produksi timah pada 2024 berdasarkan catatan AETI:
1. China sebanyak 175.000 ton
2. Indonesia sebanyak 52.000 ton
3. Peru sebanyak 30.300 ton
4. Bolivia sebanyak 16.500 ton
5. Malaysia sebanyak 16.300 ton
6. Brazil sebanyak 15.300 ton
7. Thailand sebanyak 9.600 ton. (wdh)
Sumber: https://www.bloombergtechnoz.com, 20 Mei 2025